Powered By Blogger

Minggu, 18 Desember 2011

CERITA PSHT 3 (manusia SH pantang sombong walau jago berkelahi)


Malam ini suasana lelah benar-benar terasa,setelah siang melaksanakan treen latihan ditengah hari bolong dgn sengatan terik matahari,malamnya harus masuk lg menjalani latihan rutin,acara sambung Persaudaraanpun tdk terlewatkan.lelah memang terasa di seluruh badan,tp tdk mengurangi semangat latihan untuk menjadi warga PSHT tgkat 1,tepat jam 01.00 wib perbincangan antara pelatih & siswa untuk membentuk suatu keakrabanpun dimulai.
“apakah kalian tahu kenapa kalian di biasakan Sambung?”tanya saya mengawali pembicaraan,”untuk melatih bertarung kita mas.”jawab anton salah satu siswa laki-laki saya umurnya kira-kira 18thun,”ada yg lain lagi?”tanya saya meneruskan,”eeehhhhhmmmm......mungkin untuk lebih mengolah raga kita mas,jadi selain sehat kita jg bisa bisa mempraktekan tehnik mas.”kata sintia seorang siswa perempuan saya yg masih berusia 15tahun,”hehehehehehe,semua betul tapi kurang tepat.”jawab saya,mereka mengernyitkan dahinya mungkin dalam hatinya bertanya,”trus apa tujuan sambung selain itu.”,”tahukah kalian dlm sambung itu intinya adlh menyambung tali Persaudaraan antar saudara,entah itu saudara tua atau saudara muda.”jelas saya.mereka semakin bingung dgn jawaban saya yg mungkin tdk pernah terlintas di benak mereka.
“kenapa seperti itu mas,jelas terlihat dalam sambung itu beradu otot,adu tehnik & adu kecerdikan dlm mengolah serangan.”jawab Bpk Jumari seorang TNI AD berumur 40thun,”memang betul tp lht,sebelum kita melakukan sambung,kita melakukan salaman & saling hormat sebagai tanda kita masih menghargai saudara kita walaupun dia akan menjadi lawan sambung kita,dalam melakukan sambungpun jg saling emong,saat lawan sambung kita terjatuh kita mundur 3 langkah memberi kesempatan lawan sambung kita untuk berdiri,dalam sambung  kita jg tdk diperbolehkan menghilangkan nyawa saudara kita,walaupun kita boleh menendang & memukul sekeras-kerasnya,TEGA LARANE NING ORA TEGA PATINE.”jelas saya kepada semua siswa,merekapun mendengarkan dgn antusias,”lihat setelah kita melakukan sambung,kita saling hormat & salaman kembali,bahkan berangkulan sebagai tanda tidak ada dendam diantara kita,malah kita bisa tersenyum lebar sambil saling introspeksi.”tambah saya menjelaskan
“apakah di SH lain jg ada sambung mas?”tanya heri seorang siswa laki-laki saya berumur 16thun,”tentu ada,tentunya dgn aturan mereka sendiri.”jelas saya,”apakah boleh kita sambung dgn SH lain mas?”tanya heri lg,”tentu saja boleh,kenapa tidak?asal bkn berkelahi.”jawab saya,”apakah anggota PSH Tunas Muda bisa sambung mas,mereka kan tdk pernah latihan,pasti kalau sambung dgn saya mereka bisa saya kalahkan.”kata Rizda siswa yg plg kritis dalam ke SH an dgn sombongnya,”sejak kapan kamu diajari sombong oleh pelatih kamu riz?”kata saya,rizdapun diam sambil menundukan kepalanya,”sambung tdk digunakan untuk mengetahui siapa yg lebih piawai dalam bertarung riz,tapi sambung digunakan untuk mempererat persaudaraan,jgn kamu mengukur kemampuan orang hanya dr luarnya,bisa2 kamu sendiri yg jatuh tersungkur akibat kesombongan kamu.”jelas saya,rizda semakin tertunduk malu krn kesombongannya.”kalian ingat kisah kangmas Tarmadji yg pernah sombong sebelum bertanding,beliau di ingatkan oleh RM Imam Koessoepangat tp mas Madji tdk mendengarkan kata2 gurunya,apa yg terjadi,beliau klh dalam bertanding & hanya mendapat juara 3 sampai beliau malu mengambil mendalinya,ini harus kita buat pelajaran,bahwa orang yg sombong akan menuai hasil yg mengecewakan.”kata saya
“lalu bagaimana kita memperlakukan saudara PSH Tunas Muda mas,sebagai kawan atau sebagai lawan?”tanya heri,”rangkul mereka sebagai saudara kita,semua orang yg belajar SH adlh saudara kita,SH apapun itu,pernahkah kita anggota PSHT cekcok dgn latihan sebelah(kebetulan sebelah tempat latihan kami adl tempat berkumpulnya PSHTMW)?tdk kan,pertahankan itu,kita ciptakan persaudaraan dgn mereka,saling mengasihi & saling melindungi.”jawab saya.
“baiklah ada yg bertanya?”tanya saya,”tidak mas.”jawab mereka,”baiklah,silahkan istirahat dl.”perintah saya,mereka membubarkan diri & beranjak ke tempat istirahat,tp rizda mendekati saya dgn kepala tertunduk,dia duduk bersila di depan saya,”maafkan perkataan saya td mas,saya menyesal.”kata rizda lirih,”jgn kamu meremehkan org lain riz,itu akan membuat kamu terjerumus pd pada keburukan.baiklah lupakan yg td,perbaiki untuk selanjutnya,kamu capek kan,sana istirahat.”kata saya pd rizda.”trimakasih mas.”jawab rizda.
Kemudian rizda bergabung dgn yg lain untuk beristirahat,rokokpun saya nyalakan & saya hisap dalam2,dalam hati berpikir,betapa saya masih jauh dr sempurna dalam membimbing siswa,terbukti rizda masih terbesit pikiran sombong yg masih sangat besar,ini suatu cambuk untuk saya supaya bisa membimbing lebih baik.

CERITA PSHT 2 ( Ilmu Setia Hati )

setelah  selesai menggerakan jurus & kripen saya melirik  jam di arloji saya,waktu menunjukan  pukul 00.00 WIB lalu semua siswa yg ada di ranting saya perintahkan untuk makan bekal mereka yg di bawa dr rumah,sesudah makan saya menyuruh mereka kembali berkumpul lg sambil duduk bersila,&  seperti latihan di ranting sebelumnya saya sedikit memberikan ke SH an untuk mereka.
“siapa yg ingin bertanya?”kata saya mengawali,mereka saling memandang,ekspresi muka bingung jelas sekali terlihat di wajah mereka,sesaat kemudian seorang siswa privat Bpk Purwanto seorang kepala desa berumur sekitar 50thun menjawab,”biasanya kan pelatih dulu mas yg memberi wejangan”,sambil tersenyum simpul saya menjawab”kalau pelatih trs yg mengawali pasti yg pintar hanya pelatihnya,sekarang saya ubah,dimulai dr bertanya”jawab saya.mereka bingung apa yg harus ditanyakan,”hayo siapa?”kata saya,mereka masih bingung,lalu muncullah satu orang siswa dgn tangan yg mengacung keatas,sepontan semua mata tertuju padanya,beliau adlh mbah Yit,seorang blantik/pedagang sapi yg sudah berumur sekitar 65tahun.”nha,,,iya mbah yit,mau tanya apa?”tanya saya,”mas,apakah bisa seorang yg sudah tua seperti saya ini memperdalam ilmu SH,sementara tubuh saya sudah rapuh karena usia,untuk menggerakan materi PSHT terasa kaku di sekujur badan.”tanyanya,”tentu saja bisa mbah.”jawab saya tenang,”belajar SH bkn hanya terpaku pd jurus yg ampuh saja,tp kerhokhanian jg sangat diperlukan,buat apa kita jago silat kalau hati kita dipenuhi rasa benci,iri,sombong,dll.”tambah saya.”jadi walaupun saya kurang lancar dlm materi saya masih bisa memperdalam ilmu SH?”tanya mbah yit dgn kepala sedikit mendongak ke atas karena beliau ada di belakang,”tentu saja bisa mbah,bukankah sesepuh SH sudah mengatakan bahwa puncak dr pencak silat sejatinya bukan kanuragan,melainkan mengarah pd kerokhanian.”jelas saya,”kalau seperti itu trimakasih mas,saya sudah mendapat jawaban yg membuat saya tenang.”ucap Mbah Yit,”sama2 mbah,ada yg mau bertanya lg?”kata saya melanjutkan.
Lalu ibu Ningrum,seorang guru sukuan SD berumur sekitar 30tahun mengacungkan tangannya,”iya bu,silahkan”kata saya sambil menyulut sebatang rokok,krn acara dibuat santai agar tdk tegang tp penuh ketenangan,”apakah kami belajar SH di PSHT ini sudah tepat mas?sementara banyak SH lain di luar sana yg mengaku lebih baik & asli dr eyank Suro.”tanyanya,kemudian saya tersenyum & menjawab dgn tembang dandanggula,


“ Lamun sira anggeguru kaki ”
“ Amiliha manungsa kang nyata ”
“ Ingkang becik martabate ”
“ Sarta kang wruh ing hukum ”
“ Kang ngibadah lan kang wirangi ”
“ Sokur oleh wong tapa ”
“ Ingkang wus amungkul ”
“ Tan mikir pawewehing lyan ”
“ Iku pantes sira guranana kaki ”
“ Sartane kawruh ana ”
“jadi nilailah sendiri PSHT dgn hati jenengan,saya tdk akan berkata tepat atau tdk,krna yg merasakan adalah panjenengan sendiri,seperti yg baru saja saya tembangkan,pilihlah seorang manusia atau dalam hal ini perguruan yg benar2 baik,bagus derajatnya dimata masyarakat,serta tahu & taat akan hukum yg berlaku di dunia ini,jd silahkan di nilai,apakah jenengan sudah belajar SH di tempat yg benar atau belum.”jawab saya menerangkan,beliau mengangguk sambil tersenyum setelah mendapat jawaban dr saya.”ada lg?”tanya saya,”saya mas.”mata saya tertuju pd suara yg saya kenal,ternyata tdk salah,si Rizda,siswa saya yg paling cerewet dlm bertanya,”iya,apa riz?”tanya saya,”mas apa SH lain jg bisa mempelajari ilmu SH tanpa latihan,SH Tunas Muda contohnya,habis dikecer mereka tdk prnah ada yg latihan,tp kalau Suran Agung mereka ikut ngumpul,enak banget mereka tanpa latihan dah jd pendekar.”kata Rizda,”apakah kalau mereka latihan harus lapor dulu ke kamu riz?”tanya saya,”ya nggak jg sih mas,tp enak banget habis di kecer mereka bebas,mau latihan boleh,nggak jg boleh.”jawabnya,”dulu waktu eyank Suro masih hidup jika ingin menjadi saudara SH harus di kecer dl sebelum mempelajari ilmu-ilmunya,tradisi inilah yg di pertahankan Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda dalam penerimaan saudara baru,PSH Organisasi pun jg seperti itu.”jawab saya,”lalu kenapa PSHT caranya berbeda dgn SH lain mas”tanya rizda di barengi dgn suara riuh penasaran dr yg lain,”karena Ki Hardjo tdk ingin menyalahi janjinya pd sang guru yaitu Ki Ngabehi Suro Diwiryo.”jawab saya,suara riuh itu berhenti menjadi suasana tenang & penuh antusias,”maka Ki Hardjo mengubah tujuan kecer yg mulanya untuk penerimaan saudara baru diubah menjadi wisuda karena telah lulus menjadi tingkat 1,tapi ubo rampe & tatacara kecer PSHT tetap sama dgn SH eyank Suro.”jelas saya.
“kenapa banyak yg mengatakan PSHT adl SH palsu krn jurusnya yg beda mas?”tanyanya,suasana terdengar kembali riuh karena pertanyaan rizda,”ya sama,karena Ki Hardjo terikat sumpah Setia Hati maka beliau memodifikasi semua jurus yg di dapat dr eyank Suro,ilmu SH jg bkn terpaku pd jurus semata riz,yg terpenting dlm belajar ilmu SH itu adl kerokhanian yg merupakan titik akhir dr Ilmu SH & PSHT tetap mempertahankan itu.”jelas saya pada rizda,suasana tenang kembali setelah saya menjawab pertanyaan rizda,”mas kenapa di PSHT harus latihan dl,apa alasan Ki Hardjo mengubah fungsi kecer selain tdk mau menyalahi sumpah pd eyank Suro mas?”tanya rizda penasaran,lalu saya menjawabnya dgn tembang pucung,


“ Ngelmu iku kalakone kanthi laku “
“ Lekase lawankas “
“ Tegese kas nyantosani “
“ Setya budya pangekese dur angkara “
“ilmu itu akan kita dapat dgn laku/cara/berlatih,kita mau belajar silat,tp tanpa berlatih dgn rajin & teratur apakah kita bisa silat?padahal silat adlah landasan & media Persaudaraan di PSHT,jd kalau mau jd saudara PSHT ya harus berlatih dl supaya jd pesilat yg tangguh,sedikit demi sedikit dgn berlatih pasti akan menemukan inti dr apa yg akan kita cari,”jelas saya,”kalau kita sudah dpt ilmunya pasti ilmu itu bs membuat tenang,ilmu itu jg harus diamalkan pd masyarakat,gunakan ilmu itu untuk membela yg benar & menghancurkan yg salah.”tambah saya,serentak mereka semua mengangguk-angguk tanda mengerti,”ada yg ingin bertanya lagi?”tanya saya,semua saling pandang & menjawab”tidak mas.”walaupun tidak serentak,”baiklah kalau memang tdk ada,silahkan istirahat dl.”perintah saya pd semua siswa,semua membubarkan diri dgn tenang untuk beristirahat.
Sambil menghisap rokok saya berpikir,betapa pengetahuan harus diperlukan dlm melatih,tanpa pengetahuan lebih mustahil seorang pelatih bisa melatih dgn baik,sungguh saya benar2 merasa masih kurang dlm pengetahuan SH.

Rabu, 07 Desember 2011

CERITA PSHT 1 ( Rizda,siswaku yg cerewet )


Malam itu waktu sudah menunjukan pukul 03.00 WIB,sekitar 80 siswa dr sabuk hitam,njambon,hijau,& putih sesudah berdoa & salaman mereka ganti baju & bersiap-siap pulang.mereka pulang dgn  membawa peralatan latihan yg digunakan.tp salah satu siswa saya yg bernama Rizda(perempuan,18tahun) mendekati saya,Rizda adlah siswa saya yg plg cerewet dalam bertanya tentang ke SH an.kemudian saya mulai menyapanya.
Saya : ada apa Riz,kok blm pulang?(tanya saya)
Rizda : mas,banyak organisasi pencak silat lain benci pd PSHT,memangnya knp mas?(sambil mencangklong tasnya & duduk di samping saya)
saya : itu cm oknum neng,semua pencak silat pd dasarnya mengajarkan kebaikan.(jawab saya tenang)
Rizda : tp mereka banyak yg tdk akur krn pencak silat mas,mereka berkelahi membela perguruannya krn perguruannya saling olok?(tanya rizda dgn ngotot)
Saya : ya itulah bodohnya mereka,mereka saling olok seolah-olah perguruan mereka yg plg “SUPER”,yg plg HEBAT,yg pling TUA,& masih banyak lg.berprinsip itu blh saja tp jgn fanatik,krn fanatik itu ciri orang bodoh.(sambil melihat mukanya,dalam hati berkata”cerewet bgt ni anak”)
Rizda : ooowww,gt ya mas,tp gmn mas dgn pencurian2 rahasia perguruan yg nantinya di beber ke masyarakat.seperti Sumpah Bersama di PSHT contohnya,banyak orang bkn warga PSHT yg sudah mengetahuinya.(tanyanya sambil mengangkat alisnya)
Saya : apakah sumpah itu termasuk keilmuan PSHT yg wajib di rahasiakan,tdk kan?sumpah bkn suatu rahasia bagi PSHT,malah seharusnya kamu senang kalau orang2 tahu sumpah kita,itu tandanya PSHT sangat di perhatikan.(jelas saya kepada rizda)
Rizda : mas,apakah PERSAUDARAAN SETIA HATI TUNAS MUDA itu musuh bebuyutan PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE?(tanya rizda dengan sedikit lirih)
Saya : kenapa kamu bilang seperti itu riz?(tanya saya cepat)
Rizda : ya karena banyak anggotanya yg bermusuhan.(jelasnya)
Saya : riz bknnya dlm ke SH an sdh di terangkan bahwa semua pencak silat aliran SETIA HATI adlh saudara.kamu ingat apa pesan Eyank Suro yg terakhir?(tanya saya pd Rizda)
Rizda : inget mas,”supaya saudara SH bersatu hati,rukun lahir & bhatin”.(jawabnya dgn polos)
Saya : benar sekali,jd yg merasa bahwa dia belajar ilmu SH & apalagi yg merasa cucu dr Ki Ngabehi Suro Diwiryo harus bs menjalankan amanah Eyank yg terakhir.(jelas saya)
Rizda : tp kenapa PSHTM memakai selendang kuning mas,tdk memakai MORI?malah terlihat seperti bkn pesilat,masak pesilat pakai sabuk warna kuning.(tanyanya ingin tahu)
Saya : Riz,apakah Mori itu harus di perlihatkan di muka umum,tdk kan?mori itu sebagai media untuk selalu mengingat tuhan & kematian Riz.kalau kamu bilang kenapa malah pakai sabuk kuning & tdk seperti pesilat itu salah,kamu sendiri kemarin jg pakai sabuk Njambon(merah muda) apakah kamu jg mau di bilang tdk seperti pesilat.mereka memakai warna kuning pasti ada filosofinya,seperti sabuk Njambon,org yg melihat psti koment “pesilat kok sabuk’e pink?”,tp mereka belum tahu kenapa kita pakai sabuk Njambon,kenapa gak merah sekalian,kan semua ada filosofinya.(jelas saya)
Rizda : jd selama ini anggapan rizda salah mas.(tanyanya sambil menatap saya sambil menunggu jawaban)
Saya : ya jelas salah.(jawab saya cepat)
Rizda : mas apakah kedua SH yg berseteru itu bisa berdamai.(tanya rizda dgn nada berharap)
Saya : yg berseteru bkn SHnya riz,tp anggotanya/oknumnya.ya selama mereka bisa menghargai perbedaan perdamaian psti bs terwujud.(jawab saya)
Rizda : mas,sebenarnya SH itu apa?(tanyanya lg dgn mata yg memancarkan rasa ingin tahu)
Saya : banyak org yg menjabarkan apa itu SH,tp SH itu kalau menurut pemahamanku adalah suatu ajaran budi pekerti luhur yg menitik beratkan pada HATI SANUBARI,krn hati itu tdk akan menjerumuskan kita,banyak orang yg bilang OJO SELAK KARO BHATINE,tp yg mengucapkan sendiri antara HATI & MULUT tdk sama,hati bicara benar & jujur,tp mulut masih mau berbohong.(jelas saya sejauh yg saya tahu)
Rizda : agama apa sih mas yg mendasari SH?(tanyanya)
Saya : SH itu terbuka untuk semua agama riz,bkn hanya satu agama saja.(jawab saya menjelaskan)
Rizda : jd diperbolehkan bljar SH mas walaupun tdk mempunyai agama?(tanyanya dgn mengernyitkan kening)
Saya : tentu saja,apakah seorang manusia SH diwajibkan memeluk agama?tdk,memeluk agama atau tidak itu adalah HAK ASASI mereka.(jelas saya)
Rizda : lho?kalau tdk di wajibkan beragama bagaimana mereka mengenal Tuhan.(tanyanya bingung)
Saya : nha itulah SH,kita tdk diwajibkan memeluk agama,tp lewat SH kita akan mengenal siapa Tuhan kita.(jelas saya)
Rizda : caranya?(tanyanya cepat)
Saya : ya pelajari ilmu SH dgn serius,cari & gali terus.sudah malam sebaiknya kamu pulang.kpn2 disambung lg. .(jelas saya sambil mengusap kepalanya yg  berambut panjang sampai pinggang)
Rizda : iya mas,saya pamit pulang dulu.(sambil mencium tangan saya sebagai bukti menghormati pelatihnya)
Saya : hati2 dijalan.(pesan saya)
Malam itu setelah Rizda pulang saya berbaring di depan rumah sambil menyalakan rokok.saya berpikir,betapa susahnya menjadi orang SH,bahkan saya yg lancar memberi jwban tentang SH kpd siswa saya merasa bahwa saya blm bisa disebut orang yg berSH.HATI memang tdk bisa ditutupi dgn kebohongan.

Sabtu, 29 Oktober 2011

KATA-KATA MUTIARA


  1. Setyo budi utami murih teteping pangastuti : artinya percaya pada hati suci untuk memperoleh suatu hasil yang diinginkan
  2. memayu hayuning bawono : artinya ikut menjaga ketentraman di dunia
  3. karyanak tyasing sesami leladi sesamining dumadi : artinya kita hidup harus menciptakan kedamaian bersama karena kita hidup Cuma mengabdi pada kehidupan
  4. sak apik-apike wong yen weweh pitulungan kanthi dedemitan : artinya sebaik-baiknya orang adalah yang memberi pertolongan dengan cara diam-diam
  5. sopo suci adoh saka bebaya pati : siapa yang mempunyai pemikiran terpuji pasti akan di jauhkan dari bahaya
  6. seja ala seja pati : siapapun yang mempunyai niat jelek pasti akan mendapatkan balasan dari Tuhan
  7. ora ana jalma kang ora cacat : tidak ada manusia yang tidak pernah membuat kesalahan baik pada dirinya ataupun orang lain
  8. ngluruk tanpa bala,menang datan ngasorake : berani bukan karena ada teman,jika menang tanpa menghina musuhnya
  9. aja waton omong,nanging omongo sing nganggo waton : jangan asal bicara,tapi bicaralah yang memakai dasar

MAKNA LAMBANG PSHT


  • Dasar hitam : melambangkan kekal & abadi
  • Segi empat : melambangkan empat kiblat lima pancer
  • Jantung Putih bertepi merah : melambangkan cinta kasih & kesabaran ada batasannya
  • Sinar : melambangkan adanya hukum karma
  • Bunga terate : melambangkan orang PSHT bisa hidup di mana saja.ada tiga macam(mekar,setengah mekar,kuncup)bunga melambangkan bahwa warga PSHT dari berbagai kalangan
  • Pita pita merah diatas putih : melambangkan berani di atas kebenaran & takut karena kesalahan
  • Senjata : melambangkan pencak silat sebagai benteng persaudaraan
  • PersaudaraaN : melambangkan ikatan bathin antar warga yang melebihi saudara satu kandung,huruf depan & belakang besar bermakna dari awal berdiri sampai akhir zaman PSHT tetap sama
  • Setia Hati : ajaran yang menitik beratkan kepada hati & untuk mempercayai hatinya sendiri
  • Terate : melambangkan nama pencak silat rumpun SETIA HATI yang dianut
  • Tongkat : melambangkan orang PSHT sebagai pengayom
  • Warna : hitam berarti kekal,putih berarti suci,merah berarti berani,hijau berarti kemakmuran,kuning berarti keemasan

MAKNA LAMBANG IPSI


  • Warna kuning : berarti bahwa IPSI mengutamakan budi pekerti & kesejahteraan lahir & batin dalam menuju kejayaan nusa & bangsa
  • Bentuk perisai segi lima :berarti IPSI berasaskan idiil Pancasila serta bertujuan membentuk manusia Pancasila sejati
  • Sayap garuda berwarna kuning berototkan merah : berarti kekuatan bangsa indonesia bersendikan kemurnian,keseluruhan dinamika: sayap 18 lembar,bulu 5 lembar+4lembar+8 lembar  berartitanggal berdirinya IPSI adalah 18 Mei 1948.sayap 18 lembar terdiri dari17+1 berarti IPSI dengan semangat kemerdekaan bersatu membangun negara
  • Untaian lima lingkaran : melambangkan bahwa IPSI melalui olahraga merupakan ikatan peri kemanusiaan antara berbagai aliran dengan memegang teguh asas kekeluargaan,persaudaraan & gotong royong
  • Ikatan berwarna merah putih :bahwa IPSI merupakan suatu ikatan pemersatu dari berbagai aliran pencak silatyang menjadi hasil budaya yang kokoh karena dilandasi oleh rasa berbangsa,berbahasa & bertanah air Indonesia
  • Gambar tangan putih di dalam dasar hijau : menggambarkan IPSI membantu negara dalam bidang ketahanan nasional melalui mental/fisik agar kader-kader IPSI berkepribadian nasional serta berbadan sehat,kuat & tegap

KEWAJIBAN WARGA PSHT


  1. Beriman & bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Menjaga nama baik PSHT
  3. Berbhakti pada orang tua
  4. Berbhakti pada guru/pelatih/senior
  5. Bertanggung jawab atas segala perbuatannya
  6. Berdiri diatas keadilan ,kebenaran & tidak memihak manapun
  7. Melenyapkan atau menghapuskan sifat mementingkan diri sendiri
  8. Kekal dalam persaudaraan & menguatkan tolong menolong diantara sesama warga PSHT & bangsa Indonesia pada umumnya

LARANGAN WARGA PSHT

  1. Merusak pager ayu
  2. Merusak poros ijo
  3. Berkelahi antar warga PSHT
  4. Menunjukan kepandaian di muka umum
  5.  Memberi pelajaran pencak silat tanpa surat mandat dari Pengurus Pusat
  6. Membocorkan rahasia organisasi

NGGOLEKI SEJATINING AKU


Yang dimaksud adl mencari kesempurnanaan hidup.mencapai derajat yg mulia di sisi Tuhan YME.manunggaling kawulo marang gusti.Tinemu weruh sakdurunge dumadi.
Jika kalian bisa melihat diri kalian sendiri,disitulah aku berada.jika kalian bisa melihat aku,sesungguhnya kalian melihat kebenaran.karena aku adalah kamu & kamu adl aku.
Cipto dumunung ono ing pikiran kang wening
Karsa dumunung ono ing kalbu kang resik
Rasa dumunung ono ing roh kang suci
CIPTA KARSA RASA
Nyawiji ngesti tunggal manjing dening dzat kang suci inggih meniko gusti kang murbeng dumadi.lebur warongko manjing curigo
ENENG ENING ENUNG
Patrap madep mantep ngeningke cipto kunjuk dumateng gusti kang murbeng dumadi nyawiji saliro lan rasa angukut cipto lan karsa anglampahi laku suci.
Tinemune....
Nuwuhaken kawicaksanan urip ambeg paramanta manjing badan saliro saget nyumerepi padangin jagad tinemu keslametane urip.
Amergo sejatining urip amung nembung dawuh soho anglampahi titahipun gusti.dedalane mawi biso rumongso nanging ora rumongso biso.titah sakwantah kang mung sakdermo nglakoni.

KECER


Kecer/kucur/peureuh artinya ditetesi dengan air menggunakan media daun sirih yang dicelup ke air.Kecer umumnya memakai media daun sirih tetapi ada juga yang menggunakan cabe,belati tajam & jeruk nipis.
Tradisi kecer berasal dari silat aliran Cimande jawa barat & tradisi ini tidak di temukan pada silat aliran minangkabau sumatra.
Dalam tradisi aslinya kecer adalah tradisi yang dilestarikan untuk penerimaan siswa baru.pada silat aliran betawi,kecer ada yang menggunakan media cabe,belati tajam & jeruk nipis yang dibelah menjadi dua lalu di kecer/dikucurkan di mata.
Tujuannya adalah untuk melatih kepekaan mata.bahkan pada silat aliran cimande jawa barat ada yang kecer dilakukan setiap memulai aktifitas latihan silat.Sampai disini dapat disimpulkan bahwa kecer bukan murni milik aliran SETIA HATI.
Ki Ngabehi Suro Diwiryo mendirikan SEDULUR TUNGGAL KECER pada tahun 1903 & menggunakan kecer sebagai tali pengikat Persaudaraan,untuk masuk & belajar ilmu di paguron Ki Ngabehi Suro Diwiryo dengan syarat utamanya adalah usia minimal 17 tahun.jadi sangat mustahilbelum di kecer tapi sudah belajar/ngenger ilmu di paguron Ki Ngabehi Suro Diwiryo

  • Kecer di PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE  : syarat utama kecer di PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE  minimal 17 tahun & mengikuti latihan menjadi siswa di PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE,jadi kecer di PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE bisa diartikan penerimaan/pengesahan warga/saudara baru.
  • Kecer di PERSAUDARAAN SETIA HATI ORGANISASI : sebelum kecer di ajari jurus PSC/ pra SH.jadi kecer di PERSAUDARAN SETIA HATI ORGANISASI bisa di artikan penerimaan /pengesahan saudara baru.
  • Kecer di PERSAUDARAAN SETIA HATI TUNAS MUDA WINONGO :kecer di PERSAUDARAAN SETIA HATI TUNAS MUDA WINONGO adalah syarat utama masuk & menjadi saudara SH.setelah di kecer baru boleh belajar ilmu.di sini kecer juga bisa di artikan sumpah bersama.

Kamis, 27 Oktober 2011

Ngrembug Sejatining Urip


Piwulang Jawa kang ngrembuk babagan ‘Sejatining Urip' digelar ing ‘Wirid Wolung Pangkat' utawa ‘Wolung Martabat' kaya kasebut ing ngisor iki:
1 Wejangan pituduh wahananing Pangeran : Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku Ingsun, ora ana Pangeran nanging Ingsun sajatining kang urip luwih suci, anartani warna, aran, lan pakartining-Sun (dzat, sipat, asma, afngal).
2 Wejangan pambuka kahananing Pangeran : Satuhune Ingsun Pangeran Sejati, lan kawasa anitahake sawiji-wiji, dadi ana padha sanalika saka karsa lan pepesthening-Sun, ing kono kanyatahane gumelaring karsa lan pakartining-Sun kang dadi pratandha: Kang dhihin, Ingsun gumana ing dalem alam awang-uwung kang tanpa wiwitan tanpa wekasan, iya iku alaming-Sun kang maksih piningit. Kapindho, Ingsun anganakake cahya minangka panuksmaning-Sun dumunung ana ing alam pasenedaning-Sun. Kaping telu, Ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan rahsaning-Sun, dumunung ana ing alam pambabaring wiji. Kaping pat, Ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha kauripaning-Sun, dumunung ana alaming herah. Kaping lima, Ingsun anganakake angen-angen kang uga dadi warnaning-Sun ana ing sajerone alam kang lagi kena kaupamakake. Kaping enem, Ingsun anganakake budi kang minangka kanyatahan pencaring angen-angen kang dumunung ana ing sajerone alaming badan alus. Kaping pitu, Ingsun anggelar warana (tabir) kang minangka kakandhangan paserenaning-Sun. Kasebut nem prakara ing ndhuwur mau tumitah ing donya, yaiku sejatining manungsa. (Dzat Urip kang ana ing manungsa.
3. Wejangan gegelaran kahananing Pangeran : Sajatining manungsa iku rahsaning-Sun, lan Ingsun iki rahsaning manungsa, karana Ingsun anitahake wiji kang cacamboran dadi saka karsa lan panguwasaning-Sun, yaiku sasamaning geni bumi angin lan banyu, Ingsun panjingi limang prakara, yaiku: cahya, cipta, suksma (nyawa), angen-angen lan budi. Iku kang minangka embanan panuksmaning-Sun sumarambah ana ing dalem badaning manungsa.
4. Wejangan kayektening Pangeran amurba ciptane manungsa:
Sajatine Ingsun anata palenggahan parameyaning-Sun (baitul makmur) dumunung ana ing sirahing manungsa, kang ana sajroning sirah iku utek, kang gegandhengan ana ing antarane utek iku manik (telenging netra aran pramana), sajroning manik iku cipta (nalar), sajroning cipta iku budi, sajroning budi iku napsu (angen-angen), sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sagunging kahanan.
5 Wejangan kayektening Pangeran amurba rasa pangrasaning manungsa:
Sajatine Ingsun anata palenggahan laranganing-Sun (baitul haram) dumunung ana dhadhaning manungsa, ing sajroning dhadha iku ati lan jantung, kang gegandhengan ing antarane ati lan jantung iku rasa pangrasa, ing sajroning rasa pangrasa iku budi, ing sajroning budi iku jinem (angen-angen, napsu), sajroning jinem iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sagunging kahanan.
6. Wejangan kayektening Pangeran amurba tuwuhing wiji uripe manungsa: Sajatine Ingsun anata palenggahan pasucianing-Sun (baitul kudus) kang dumunung ana kontholing (wadon: baganing) manungsa, kang ana ing sajroning konthol (wadon: baga) iku pringsilan (wadon: purana), kang ana ing antaraning pringsilan (wadon: purana) iku mani (wadon: reta), sajroning mani (wadon: reta) iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun, Sejatining Urip kang anglimputi sak liring tumitah, jumeneng dadi wiji kang piningit, tumurun mahanani sesotya kang dhingin kahanan kabeh maksih dumunung ana alaming wiji, laju manggon ana alam pambabaring wiji, laju tumurun ana alaming suksma, laju tumurun ana ing alam kang durung kahanan (alam kang ingaran upama), laju tumurun marang alam donya (alaming "manungsa urip"), iya iku sajatine warnaning-Sun.
7 Wejangan panetepan santosaning pangandel : Yaiku bubukaning kawruh "manunggaling kawula-gusti" sing amangsit pikukuh anggone bisa angandel (yakin) menawa urip kita pribadi kayektene rinasuk dening dzate Pangeran (Dzat Urip, Sejatining Urip). Pangeran iku ya "jumenenge urip kita pribadi sing sejati". Roroning atunggal, sing sinebut ya sing anebut. Dene pangertene utusan iku cahya kita pribadi, karana cahya kita iku dadi panengeraning Pangeran. Dununge mangkene: "Sayekti temen kabeh tumeka marang sira utusaning Pangeran metu saka awakira, mungguh utusan iku nyembadani barang saciptanira, yen angandel yekti antuk sih pangapuraning Pangeran". Menawa bisa nampa pituduh sing mangkene diarah awas ing panggalih, ya urip kita pribadi iki jumenenging nugraha lan kanugrahan. Nugraha iku gusti, kanugrahan iku kawula. Tunggal tanpa wangenan ana ing badan kita pribadi.
8 Wejangan paseksen : Yaiku wejangan jumenenge urip kita pribadi angakoni dadi "warganing Pangeran Kang Sejati" kinen aneksekake marang sanak sedulur kita, yaiku: bumi, langit, srengenge, rembulan, lintang, geni, angin, banyu, lan sakabehing dumadi kang gumelar ing jagad.

SASTRA JENDRA


Ha - Huripku Cahyaning Gusti
Na - Nur Hurip cahya wewayangan
Ca - Cipta rasa karsa kwasa
Ra - Rasa kwasa tetunggaling pangreh
Ka - Karsa kwasa kang tanpa larsa lan niat

Da - Dumadi kang kinarti
Ta - Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat
Sa - Sipat hana kang tanpa wiwit
Wa - Wujud hana tan kena kinira
La - Lali eling wewatesane

Pa - Papan kang tanpa kiblat
Dha - Dhuwur wekasane endhek wiwitane
Ja - Jumbuhing kawula lan gusti
Ya - Yen rumngsa tanpa karsa
Nya - Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki

Ma - Mati bisa bali
Ga - Guru sejati kang muruki
Ba - Bayu sejati kang andalani
Nga - Ngracut busananing manusngsa

Pendahuluan :
Sastra Jendra ya sastra harjendra yaiku sastra/ilmu sing sifate rahasia/gaib, disebut rahasia sebab ing awale amung diwedarke marang sanak kadang kang pinilih lan sedulur-sedulur secara lisan. Disebut Gaib sebab ilmu iki diajarake dening Guru sejati lewat rasa sejati (tasawuf). Hayuningrat/yuningrat asal soko kata hayu/rahayu sing artine selamet lan ing rat sing artine ning dunyo. Pangruwating Diyu, artine meruwat, meluluhkan, merubah, ndandani sifat-sifat Diyu, raksasa, angkara, durjana. Dadine Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dimaknani ilmu rahasia magepokan karo keselametan kanggo ngeruwat sifat-sifat angkara ing dunyo iki.
Sastra Jendra Hayuningrat pangruwating Diyu mujudake Ilmu sing asale soko Gusti Pengeran kanggo nylametake sakabehing kang ana ing dunya, maka ora ana pangerten liya sing bisa diolehake menungsa (neng tanah Jawa) sing luwih jero lan lewih luas nglewihi Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, sebab iki mujudake sastra kang adi luhung utowo ilmu luhur sing miturut para kasepuhan mujudake akhire saking sa'kabehing kawruh kasampurnaan ilmu ing tanah Jawa nganti dina iki.
Untuk memudahkan pemahaman Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu, sementara kami sampaikan dengan bahasa Indonesia

Makna/kawruh yang terkandung Dalam sandi sastra
Kalau diurut dari atas ke bawah, Dari Ha sampai Nga, mengandung makna yang sangat dalam dan luas tentang rahasia gumelaring dumadi, atau pambabaring titah, atau rahasia jati diri, asal usul/ terjadinya manusia menurut persepsi orang jawa. Yaitu terciptanya manusia dari Nur, Cahaya Tuhan yang bersifat Tri Tunggal Maha Suci, yang merasuk busana anasir-anasir sebagai wadah, yaitu badan jasmani halusan dan badan jasmani kasar.

Apabila diurut terbalik dari Nga naik sampai Ha, inilah yang merupakan “rahasia” jalan rahayu, ya pangruwating Diyu, untuk menuju kesempurnaan hidup kembali kepada sangkan paraning dumadi. Kembali ke asal mula, kea alam Sejati yaitu menghadap Tuhan yang Maha Agung. Jadi dari Nga sampai ha, juga merupakan urut-urutan panembah, dimulai dari badan jasmani kasar, dimana titik berat kesadaran kemudian harus dialihkan satu tahap demi tahap ke arah asal mula, ke Alam Sejati. Syarat mutlak agar kita dapat menyadari/ memahami sesuatu hal, adalah membawa kesadaran kita bergerak masuk berada disitu. Fokus.titik berat kesadaran dapat berpindah. Dalam keseharian hidup, kesadaran kita banyak terfokus dalam badan kasar, alam anasir, diluar alam Sejati. Tahapan pertama yang harus dilalui yaitu Nga, sedemikian rumit dan sulitnya, maka dapat dibayangkan tidak begitu mudah untuk dapat memindahkan titik berat/fokus kesadaran ke Alam Sejati, namun itulah intinya perjalanan spiritual yang harus kita tempuh.
Uraian

Secara “garis besar” Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga kalau diuraikan adalah sebagai berikut (garis besar saja, karena detailnya begitu luas/multi dimensi tak terkira penuh dengan pengetahuan kasunyatan sejati yang tak habis diuraikan dalam bahasa kewadagan apalagi tulisan). Dan ini adalah garis besar uraian dari sisi spiritualnya untuk dipakai sebagai “mile stones” dalam menempuh jalan rahayu untuk dapat kembali ke sangkan paraning dumadi.

1. Ha, Huripku Cahyaning Gusti (Hidupku adalah Cahaya Tuhan). Sebelum ada apa-apa, sebelum ada alam semesta beserta isinya ini tercipta, adalah Sang Hidup,Tuhan yang ada dialam awang-uwung yang tiada awal dan Akhir, yaitu alam/keadaan Tuhan yang masih rahasia/Alam Sejati. Itulah Kerajaan  Tuhan. Sebelum alam semesta tercipta,Tuhan berkehendak menurunkan Roh Suci,Cahaya Tuhan. Ya Cahaya Tuhan itulah hidupku, hidup kita yang Maha Suci. Alam sejati adalah alam yang tidak menfandung anasir-anasir (unsure-unsur hawa, api, air dan bumi/tanah) yang berada di dalam badan manusia, dimana Cahaya Tuhan bersemayam. Alam Sejati diselubungi/menyelubungi dua alam beranasir yaitu halus dan kasar. Dapat pula diartikan, badan manusia berada dialam sejati.

2. Na, Nur Hurip Cahya Wewayangan (Nur Hidup Cahaya Yang Membayang). Hidup merupakan kandang Nur yang memancarkan Cahaya Kehidupan yang membayang yang merupakan rahasia Tuhan. Kehidupan yang Maha Mulia. Tri Tunggal Mahsuci berada dipusat hidup, Ya itulah kerajaan Tunggal.
Sang Tritunggal adalah Tuhan/Pangeran/Suksma Kawekas, Ingsung/Guru Sejati/Suksma Sejati dan Roh Suci/Nur Pepanjer/. Diuraikan diatas, bahwa ketiga alam yaitu badan kasar, badan hasul dan alam sejati, mengambil ruang dalam badan jasmani kasae secara bersamaan. Namun kebanyakan kita manusia tidak atau belum menyadari akan Alam Sejati, atau samara-samar. Nur Hidup bagaikan Cahaya yang samara mebayang.

3. Ca, Cipta rasa karsa kwasa (Cipta rasa karsa kuasa). Nur Hidup memberi daya kepada Rasa/Rahsa Jati/Sir, artinya Cahaya/Nur/Roh Suci menghidupkan Rasa/Rahsa Jati/Sir yang merupakan sumber kuasa. Maka bersifat Maha Wisesa. Rasa/Rahsa Jati/Sir menghidupkan roh/Suksma yang mewujudkan adanya cipta, Maka bersifat Maha Kuasa.

4. Ra, Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya satu-satunya wujud kendali/yang memerintah) Rasa Sejati yang memberi daya hidup roh/suksma sehingga roh/suksma dapat menguasai nafsu (sedulur lima), sehingga terjadilah sifat Maha Tinggi.

5. Ka, Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Karsa kuasa tanpa didasari oleh kehendak dan niat). Yang mendasari adanya kuasa agung adalah kasih yang tulus, tanpa kehendak, tanpa niat. Pamrihnya hanyalah terciptanya kasih yang berkuasa memayu hayuning jagad kecil dan jagad agung.

6. Da, Dumadi kang kinarti (Tumitah/menjadi ada/terjadi dengan membawa maksud, rencana dan makna). Ini berkaitan dengan Karsa Tuhan menciptakan manusia, makhluk lain dan alam semesta beserta isinya yang sesuai dengan rencana Tuhan.

7. Ta, Tetep jumeneng ing dzat kang tanpa niat (Tetap berada dalam Dzat yang tanpa niat). Dzat tanpa bertempat tinggal, yang merupakan awal mula adalah dzat Yang Maja Suci yang bersifat Esa, langgeng dan eneng. Hidup sejati kita menyatu dengan dat, ada di dalam dat. Maka didalam kehidupan saat ini agar selalu selaras dengan dzat Yang Maha Suci, situasi tanpa niat atau mati sajroning urip (mati didalam hidup) dengan kata lain hidup di dalam kematian, seyogyanya selalu diupayakan.

8. Sa, Sipat hana kang tanpa wiwit (Sifat ada tanpa awal). Ini adalah sifat Sang Hidup,Tuhan, di Alam Sejati, tiada awal dan tiada akhir, “AKUlah alpha dan Onega”. Demikian pula “hidup” Sejati nya manusia sudah ada sebelumnya, tiada awal mula, bersatu di Alam Sejati yang langgeng, yang merupakan Kerajaan Tuhan, ya Sangkan Paraning Dumadi.

9. Wa, Wujud hana tan keno kinira (Wujud ada tiada dapat diuraikan/dijelaskan). ADA nya wujud namun tiada dapat diuraikan dan dijelaskan. Ini menerangkan keadaan Tuhan,yang serba samara, tiada rupa, tiada bersuara, bukan lelaki bukan perempuan, bukan waria, tiada terlihat, tiada bertempat, dijamah disentuh tiada dapat, sebelum adanya dunia dan akhirat yang ada adalah hidup kita.

10. La, Lali eling wewatesane (Lupa dan ingat adalah batasannya). Untuk dapat selalu berada di dalam jalan hayu/ rahayu maka haruslah selalu eling/ingat akan sangkan paraning dumadi dan eling/ingat akan Yang Menitahkan/ Sumber Hidup (Tuhan). Selalu ingat akan tata laku setiap tindak tanduk yang dijalankan agar selaras dengan Karsa Tuhan. Lali/lupa akan menjauhkan dari sangkan paraning dumadi dan menjerumuskan kedalam kegelapan (contoh lupa adalah bagaikan Begawan Wisrawa dalam menguraikan Sastra Jendra Hayuningrat kepada Dewi Sukesi. Tak tahan akan goda/tak kuasa ngracut, mengendalikan nafsu-nafsu keempat saudara maka sang Begawan birahi kepada Dewi Sukesi yang harusnya menjadi menantunya.

11. Pa, Papan kang tanpa kiblat (papan tak berkiblat). Ini menerangkan Alam Sejati, Ya Kerajaan Tuhan yang tiada dapat diterangkan bagaimana dan dimana orientasinya, bagaikan papan yang tiada utara-selatan-barat-timur-atas-bawah.

12. Dha, Dhuwur wekasane endhek wiwitane (tinggi/luhur pada akhirnya, rendah pada awalnya). Untuk memperoleh tingkatan luhuring batin menjadi insane sempurna memang tidak dapat seketika, mesti diperoleh setapak demi setapak dari bawah (Iman). Demikian pula dala, hal ilmu kasampurnan, dalam mencapai tataran tertinggi  tidaklah dapat langsung meloncat. Untuk bisa mengetahui dan memahami makna Ha, maka haruslah dicari dari Nga. Sebelum mencapai sembah rasa, haruslah dilalui sembah raga dan sembah kalbu/ sembah jiwa (beribadah menurut agama masing-masing dengan aturannya). Pertama adalah panembah raga/ kawula terhadap Roh Suci kepada Guru Sejati, dan terakhir adalah panembah Guru Sejati/Ingsun jepada.

13. Ja, Jumbuhing kawulo lan Gusti (Bersatunya antara hamba dan Tuan nya) Bersatunya titah dan Yang Menitahkannya. Untuk mencapainya maka kesempurnaan hiduplah yang diupayakan yaitu sesuai apa yang dimaksud dalam cara beragama. Maka semasa hidup di mayapada/ dunia, sinkronisasi antara Roh Sejati, Ingsung yang Jumeneng pribadi dan busana-busana haruslah terjaga. Bagaikan keris manjing dalam wrangkanya . Untuk dapat mencapai kesatuan antara kawula dan Gusti maka tuntunan seorang guru yaitu Guru Sejati menjadi dominant. Untuk memperolehnya tidaklah mudah, harus disiplin dan bekerja keras bagaikan kerasnya usaha seorang Bima menemukan Dewa Ruci, yaitu wujud Bima dalam ujud yang kecil (manusia telah menemukan AKU nya sendiri) dalam mencari tirta pawitra.

14. Ya, Yen rumangsa tanpa karsa (kalau merasa tanpa kehendak) Hanya dengan rila/rela, narima, sumarag/pasrah kepada Tuhan tanpa pamrih lain-lain, namun dorongan kasih sajalah yang akhirnya dapat menjadi perekat yang kuat antara asal dan tujuan, sini dan sana.

15. Nya, Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki (melihat tanpa mata mengerti tanpa diajari), kalau anugerah Tuhan telah diterima, maka dapat melihat hal-hal yang kasat mata, karena mata batin telah terbuka. Selain itu, kuasa-kuasa agung akan diberikan oleh Tuhan melalui Guru Sejatinya sendiri ya Suksma Sejatinya, sehingga kegaiban-kegaiban yang merupakan misteri kehidupan dapat dimengertinya dan diselaminya. Mendapatkan ikmu kasampurnan dari dalam sanubarinya sendiri tanpa melalui perantaraan otak/akal.

16. Ma. Mati bisa bali (mati bisa kembali). Kasih Allah yang luar biasa selalu memberikan ampunan kepada setiap manusia yang “mati” terjatuh dalam dosa dan salah. Matinya raga atau badan wadag hanyalah matinya keempat anasir yang tadinya tiada, kembali tiada. Namun roh yang sifatnya kekal tidak mati namun kembali kepada Tuhan ya kerajaan Tuhan yang tiada awal dan akhir.Namun apabila selama hidupnya di mayapada tidak sesuai dengan Karsa Allah, melupakan Allah dan Ajaran Guru Sejati, maka tidak dapat Ngracut busana kamanungsan nya untuk tindakan-tindakan budi luhur, maka tidaklah langsung kembali ke Alam Sejati, maka harus mendapatkan balasan sesuai bobot kesalahanya, untuk mempertanggungjawabkan semua tindakannya.

17. Ga, Guru Sejati Kang Muruki (Guru Sejati yang mengajari). Sumber segala sesuatu adalah Tuhan yang dipancarkan melalui Sang Guru Sejati/Ingsung, maka hanya kepadaNyalah tuntunan harusnya diperoleh. Petunjuk Guru Sejati hanya dapat didengar dam diterima apabila sudah dapat berhasil meracut busana kamanungsan nya. Disini akan tercapai guruku ya AKU, muridKU ya aku.

18. Ba, Bayu Sejati kang andalani (Dengan bantuan Bayu Sejati). Daya kekuatan sejati yang merupakan bayangan daya kekuatan Tuhan lah yang mendorong “pencapaian” tingkat-tingkat yang lenbih tinggi atau maksud-maksid spiritual yang berarti.

19. Tha, Thukul saka niat (Tumbuh/muncul dari nuat). Niat menuju kearah sangkan paraning dumadi yang didasari kesucian, tanpa kehenak (selain ridloNya) dari keinginan ataupun pamrih keduniawian. Timbulnya niat suci hanya didasari cinta/kasih illahi.

20. Nga, Ngracut busananing manungsa (nerajut/menjalin pakaian-pakaian kemanusian-nya). Busana kemanungsan adalah empat anasirm yang dimanifestasikan dalam wujud-wujud sedulur papat, serta lima sedulur lainnya. Kesembilan Saudara tersebut harus dikuasai, diracut/dijalin dengan memahami kelebihan dan kekuranannya, agar tercapai “iklim” harmoni/ balance dalam perjalanan manusia hidup di maya pada ini, yang pada akhirnya tercapailah kesempurnaan hidup.
Uraian Tentang Sedulur 9

Kodratullah, terjadi dari bayangan Rahsa Jati, wadagnya berada pada kemaluan (dalam persepsi jawa) yang berkecenderungan negative kearah nafsu sahwat. Apabila dapat dikuasai maka akan dapat diarahkan untuk menjadi dasar kekuatan akan keindahan.

Wujudullah, yang terjadi dari anasir tanah/bumi, wadagnya ada di aging dan kulit, ini berkecenderungan serakah dan tamak, mau menang sendiri, curang, lamban, malas, serta menjauhkan dari kebaikan. Apabila dapat dikuasai dan diarahkan dapat menjadi dasar kekuatan jasmani dan ketabahan serta tahan akan penderiotaan.

Sirullah, terjadi dari anasir Api, wadagnya berada dalam darah. Wataknya berangasan, menunjukkan amarah, tidak sabaran dan gelap mata.Kalau bisa dikendalikan menjadi kemauan, tekad dan ketekunan bahkan menjadi jalan bagi saudara-saudara lainnya dalam mencapai tujuan. Tanpa bantuan dan daya Sirullah maka tidak akan tercapai.

Sifatullah, terjadi dari abasir air, wadagnya berada dalam tulang sumsum. Kekuatannya terasakan sebagai kehendak, yang menyebabkan adanya keinginan-keinginan, atau cita-cita. Dapat menjadi saran Karsa Tuhan. Akan menjadi negative apabila tidak dikendalikan, wujudnya adalah kegiatan kearah kegemaran serta kesenangan yang tidak baik.

Dzatullah, terjadi dari unsure hawa, berada di nafas. Mempunyai watak jernih, belas kasih, bakti, cenderung akan hal-hal kesucian. Untuk menimbulkan kesanggupan berkorban atas dasar kasih, mendorong untuk tercapainya ketentraman dalam hidup dengan sesame. Kekuatannya untuk menimbulkan kesanggupan berbakti, penyerahan total, menambah penuntun Sejati/Guru Sejati untuk makin mendekat dan bersatu dengan Tuhan.

Pangaribawa, terjadi dari bayangan Roh Suci, wadagnya berujud tali pusar dan halusnya ada di angan-angan berupa “Cipta”. Merupakan kekuatan paling bawah dari jiwa manusia. Pangaribawa memberi kekuatan kepada fungsi Pancaindera, maka kekuatan ini seyogyanya diarahkan untuk menangkap hal-hal yang positif sesuai ajaran Guru Sejati untuk keutamaan hidup.

Prabawa, terjadi dari bayangan Ingsun/Guru Sejati, halusnya berada di angan-angan, berupa “nalar”. Daya kekuatannya melebihi Pangaribawa yaitu memberi kemampuan untuk mengolah semua hal yang dapat ditangkap oleh pangaribawa. Prabawa kemudian mendorong akan timbulnya pertanyaan apa, kenapa, bagaimana, dsb. Untuk menemukan jawaban yang tepat, seyogyanya Prabawa haruslah didampingi erat oleh Dzatullah untuk mendorong kearah kejujuran akan cinta kebenaran agar tidak terjerumus kearah pembenaran tindakan yang salah.

Kamayan, merupakan bayangan dari Tuhan/Pangeran/Gusti Yang Maha Agung (cerminan/bukan wujud Tuhan), wadagnya berujud Jantung dan halusnya berada di angan-angan berupa “akal budi”. Kekuatannya yang disebut Kamayan atau Maya adalah kekuatan tertinggi dari angan-angan. Kamayan memberi kemampuan untuk memperoleh pengertian-pengertian yang luas dan mendalam mengenai hal-hal yang ditangkap oleh Pangaribawa dan Prabawa, sehingga dapat diambil intinya dan kesimpulannya.

Bayu Sejati, terjadi dari daya kekuatan kuasa Allah, wadagnya di tulang ekor sampai sumsum tulang belakang. Mempunyai daya kekuatan luar biasa. Energi kundalini adalah salah satu daya kekuatan yang bersumber dari Bayu Sejati.

Uraian Lebih Kanjut tentang Nga (“Meracut Busana Manusia”}

Saudara sembilan pada kenyataanya tidaklah berada secara terus menerus di bagian wadag seperti yang diuraikan diatas. Halusnya berujud cahaya yang mempunyai warna sendiri-sendiri, Kodratullah-oranye, Wujudullah-hitam, Sifatullah-kuning, Dzatullah-putih, Sirullah-merah, Pangaribawa-kuning emas, Kamayan-putih kemilau.

Semua saudara terjadi/tercipta bersamaan dengan turunnya Roh Suci didalam rahim ibu. Kamayan, Prabawa dan pangaribawa ketiga-tiganya menjadi satu merupakan sang “aku” dari manusia (aku disini bukan “pribadi”), yaitu kekuasaan yang diberikan Allah untuk mengendalikan kelima saudara lainnya (sirullah, dzatullah, sifatullah, wujudullah, dan kodratullah). Jadi ketiganya menjadi satu angan-anagan yang bersifat tiga, punya watak dan kekuasaan sendiri-sendiri. Kekuasaan tertinggi adalah Kamayan, kemudian Prabawa, baru Pangaribawa. Dalam bertindak, ketiga-tiganya selalu berbarengan dan membantu/menjiwai/memberi kekuatan tindakan saudara-saudara lainnya. Walaupun menerima kuasa dari Allah, namun tri-tunggal Kamayan-Prabawa-Pangaribawa tidaklah mampu menjamin kesejahteraan jiwa. Yang dapat menjamin kesejahteraan dan keharmonisan jiwa manusia hanyalah Tri Tunggal Mahasuci. Gusti, Ingsun dan Roh Suci.

Kesembulan Saudara; Bayu Sejati, sirullah, dzatullah, sifatullah, wujudullah, kodratullah, Pangaribawa, Prabawa dan kamayan, berada dalam badan halusan manusia yang harus dapat dikuasai agar saling bekerja sama dengan baik, agar tercapailah keadaan jiwa yang seimbang dan harmonis untuk meningkatkan keutamaan/budi luhur. Sifat angan-angan (Pangaribawa, Prabawa dan Kamayan) cenderung dapat menghalangi masuknya pancaran sinar Illahi adalah karena sifat kedaulatannya yang menimbulkan “aku” manusia. Aku nya manusia kemudian dapat dihinggapi rasa perasaan kuasa. Inilah yang dapat menyebabkan seolah-olah Nur Hidup merupakan cahaya yang bagaikan bayang-bayang yang tidak jelas, samara, karena tertutup okeh angan-angan.

v Wujudullah dan Kodratullah bias sempurna bertindak apabila mendapat daya kekuatan dari Sirullah

v Sirullah dapat bertindak dengan baik apabila memperoleh daya kekuatan dari Sifatullah

v Sifatullah yang mengkoordinasikan agar Sirullah dan Wujudullah serta Kodratullah membantu kemauannya.

v Dzatullah lah yang seharusnya dapat menerangi akan tindakan-tindakan saudara-saudara lainnya. Jadi Sifatullah harus mau menerima pepadang/ penerangan dari Dzatullah, yang kemudian memberi daya kepada Dzatullah untuk dapat menerangi ketiga Saudara lainnya yaitu Sirullah, Wujudullah dan Kodratullah agar berjalan di dalam kebenaran dan kebaikan. Maka demikian pula Sifatullah tanpa bekerja sama dengan Dzatullah akan menjadi budak Sirullah, Wujudullah dan Kodratullah yang cenderung diajak berjalan kearah ketidak baikan/hal negative.

v Semua hal tersebut, agar dapat terlaksana menjadi tindakan, apabila dibantu/dijiwai oleh ketiga saudara : Pangaribawa, Prabawa dan kamayan. Jadi tiga saudara inilah yang seharusnya menuntun dan memberi jalan kepada Dzatullah agar menjadi kuat dan menggandeng Sifatullah. Angan-angan menjadi terang apabila mendukung Dzatullah agar selalu membawa kearah keinginan dan tindakan yang luhur dan membangun watak utama.

v Kalau nafsu-nafsu (kelima saudara) dapat dikendalikan/dikuasai, maka angan-angan atau ketiga saudara (Pangaribawa, Prabawa dan Kamayan) menjadi lebih mudah dikendalikan, dikumpulkan menjadi satu dalam hati sanubari, janganlah sampai berhubungan dengan otak. Hal ini sangat diperlukan dalam upaya untuk menerima “anugerah” tuntunan dari Ingsun/Guru Sejati.

RM Sutomo Mangkujoyo




Beliau adalah murid dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo ( Pendiri PSHT ). R.M. Soetomo Mangkoedjojo adalah seorang Pendekar Tingkat III , R.M. Soetomo Mangkoedjojo disyahkan menjadi pendekar tingkat I pada tahun 1928. Berikut murid – murid Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang disyahkan pada tahun 1928 adalah sebagai berikut :
- Bapak Soetomo Mangkoedjojo ( Madiun )
- Bapak Hardjosajano alias Hardjo Girin ( Kepatihan Madiun )
- Bapak Moch Irsad ( Madiun )
- Dewan pengesah : Ki Hadjar Hardjo Oetomo
- Pelaksanaan Pengesahan : Di kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo, Desa Pilangbango Madiun.
Kemudian pada tahun 1936 R.M. Soetomo Mangkoedjojo mendirikan Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Ponorogo, dan pengesahan pertama dilakukan pada tahun 1938 yang mengesahkan sebanyak 4 orang.
Pada tahun 1948 beberapa murid Ki Hadjar Harjo Oetomo antara lain Soetomo Mangkoedjojo, Darsono, Suprodjo, Hardjo Giring, Gunawan, Hadisubroto, Hardjo Wagiran, Letnan CPM Sunardi, Sumadji al. Atmadji, Badini, Irsad dan kawan – kawan mempunyai prakasa untuk mengadakan konfrensi di tempat kediaman Ki Hadjar Harjo Oetomo . Tujuan diadakan konfrensi tersebut adalah untuk merubah / mengganti sifat Perguruan menjadi Organisasi Setia Hati Terate yang mempunyai Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Setelah Organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate dikukuhkan menjadi suatu organisasi maka di pilihlah R.M. Soetomo Mangkoedjojo sebagai ketua dan Bapak Darsono sebagai wakil ketua.
Kemudian pada tahun 1953 karena pekerjan beliau dipindah tugaskan ke Surabaya selanjutnya Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate diserah terimakan kepada bapak Irsad.
Pada tahun 1958 R.M. Soetomo Mangkoedjojo mengesahkan Sdr. R.M Imam Kussupangat, Sdr. Kuswanto. BA dan Sdr. Harsanto. SH menjadi warga tingkat I, pengesahan dilakukan di Oro – Oro Ombo Madiun di rumah Bapak Santoso.

H Tarmadji Budi Harsono SE




Kenangan Masa Kecil

Hidup tak ubahnya seperti air. Bergerak mengalir dari hulu, berproses, menuju muara. Begitupun perjalanan hidup H.Tarmadji Boedi Harsono, S.E. Siswa kinasih R.M. Imam Koesoepangat (peletak dasar reformasi ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate ) ini, layaknya sebagai manusia lumrah telah berproses melewati perjalanan waktu liku-liku dalamnya. Atas proses serta bimbingan langsung dari RM. Imam Koesoepangat itu pulalah, akhirnya akhirnya mencapai puncak tataran ilmu Setia Hati dan dan dipercaya menjadi Ketua Umum Pusat empat periode berturut-turut sejak, sejak tahun 1981 hingga tahun 2000. H.Tarmadji Bedi Harsono, S.E, lahir di Madiun, Februari 1946. Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara, dari keluarga sederhana dengan tingkat perekonomian pas-pasan. Ayahnya, Suratman, hanyalah seorang pegawai di Departemen Transmigrasi, sedangkan ibunya, Hj. Tunik hanya sebagai ibu rumah tangga. Dari latar belakang keluarga ini, dia pun melewati masa kecil penuh kesederhanaan. Namun ketika Tarmadji Boedi Harsono beranjak dewasa, kekurangan ini justru melahirkan semangat juang tinggi dalam merubah nasib, hingga dia berhasil menjadi seorang tokoh cukup diperhitungkan. Sosok tokoh yang tidak saja diperhitungkan di sisi harkat dan martabatnya, akan tetapi juga berhasil menyeruak kepermukaan dan mampu mengenyam kehidupan cukup layak dan wajar. 

Masa kecil H.Tarmadji Boedi Harsono,S.E, sendiri berjalan biasa-biasa saja, laiknya seorang bocah. Di kalangan teman sepermainannnya, dia dikenal sebagai anak pemberani dan nakal. Bahkan sejak duduk di bangku kelas 3 SD Panggung Madiun, Tarmadi (demikian dia punya nama kecil) sudah berani berkelahi di luar. Kenakalannnya berlanjut hingga ia masuk SMP. Bahkan ketika duduk di SMU I Madiun, ia pernah diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika tetap senang berkelahi. 

Yang agak berbeda dibanding teman seusia adalah, kesukaan dia bermain dengan teman yang usianya jauh lebih tua. Barangkali karena kesukaannya ini, kelak menjadikan cara berpikir Tarmadji Boedi Harsono cepat kelihatan dewasa. 

Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate 

Tarmadji Boedi Harsono mulai tertarik pada olah kanuragan (beladiri), saat berusia 12 tahun. Ceritanya, saat itu, tahun 1958, di halaman Rumah Dinas Walikota Madiun digelar pertandingan seni beladiri pencak silat (sekarang pemainan ganda). Satu tradisi tahunan yang selalu diadakan untuk menyambut hari proklamasi kemerdekaan. Tarmadji kecil sempat kagum pada permainan para pendekar yang tanpil di panggung. Terutama R.M Imam Koesoepangat, yang tampil saat itu dan keluar sebagai juara. 

Sepulang melihat gelar permainan seni bela diri beladiri pencat silat itu, benaknya dipenuhi obsesi keperkasaan para pendekar yang tampil di gelangggang. Ia bermimipi dalam cita rasa dan kekaguman jiwa kanak-kanak. Cita rasa dan kekaguman itu, menyulut keinginan dia belajar pencak agar agar menjadi pendekar perkasa. Sosok pendekar sakti sekaligus juara, persis seperti yang tergambar dalam benaknya. 

Kebetulan tidak jauh dari rumahnya, tepatnya di Paviliun Kabupaten Madiun (rumah keluarga R.M. Koesoepangat, terletak bersebelahan dengan Pendopo Kabupaten Madiun) ada latihan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate. Pelatihnya adalah R.M. Imam Koesoepangat. Selang sepekan sejak menonton permainan seni pencak silat di halaman Rumah Dinas Walikota itu, Tarmadji Boedi Harsono memberanikan diri menemui R.M Imam Koesoepangat, meminta agar diperbolehkan ikut latihan ikut latihan. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan usianya masih terlalu muda. 

Saat itu, ada tata tertib, yang boleh mengikuti latihan Persausaraan Setia Hati Terate adalah anak dengan usia 17 tahun ke atas (sudah dewasa). Atau anak yang sudah duduk di bangku SLTA . Ia baru diperbolehkan ikut latihan pada tahun berikutnya, yakni tahun 1959. Kebetulan adik mas Imam, R.M. Abdullah Koesnowidjojo (mas gegot), juga ngotot ingin ikut latihan. Untuk menemani, Tarmadji, akhirnya diperbolehkan ikut latihan, dengan syarat, harus menempati baris paling belakang, bersama-sama dengan Mas Gegot. 

Kesempatan pertama yang diberikan padanya, benar, tak disia-siakan. Hari-hari setelah diizinkan ikut latihan, boleh dibilang, dipenuhi gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate. Apalagi jadwal latihan saat itu belum terformat seperti sekarang ini. Kadang siang hari, sepulang R.M. Imam Koesoepangat dari pekerjaannya. Tidak jarang, ia berlatih di malam hari hingga waktu fajar. Satu hal yang cukup mendukung proses latihaimya adalah kedekatan tempat tinggalnya dengan Pavilium. Ini karena rumah keluarga Tarmadji hanya terpaut sekitar 200 meter arah barat dari Paviliun. Terlebih, R.M. Abdullah Koesnowidjojo sendiri merupakan teman akrabnya. Hampir setiap hari, ia bermain di Pavilium dan setiap pukul 13.00 WIB, ia dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo, telah menunggu kepulangan Mas Imam (panggilan akrab R.M. Imam Koesoepangat) di beranda Pavilium. Begitu melihat Mas Imam pulang, ia langsung menyalaminya dan bersabar menunggu sang pelatih makan siang. Kadang harus bersabar pula menunggu cukup lama, karena Mas Imam perlu istirahat selepas kerja. 

Berhari-hari, berbulan bahkan bertahun, ketekunan dan kesabaran serupa itu dilakukannya. Obsesinya hanya satu, ia ingin menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate. Seorang pendekar yang tidak saja menguasai ilmu beladiri, tapi juga mengerti hakikat kehidupan. la ingin tampil menjadi sosok manusia seutuhnya. Manusia yang cukup diperhitungkan, menjadi teladan bagi sesama. Dan,jalan itu kini mulai terbuka. Tarmadji Boedi Harsono tidak ingin menyia-nyiakannya 

Ketekunan dan kemauan kerasnya itu, menjadikan R.M. Imam Koesoepangat menaruh perhatian penuh padanya. Perhatian itu ditunjukkan dengan seringnya dia diajak mendampingi beliau melakukan tirakatan ke berbagai tempat, kendati saat itu masih siswa dan belum disyahkan. 

Dari Paviliun ini, Tarmadji Boedi Harsono kecil, selain belajar pencak silat, juga mulai menyerap ajaran tatakrama pergaulan dalam lingkup kaum ningrat. Satu tatanan pergaulan kelompok bangsawan trah kadipaten pada zamannya. Pergaulannya dengan R.M. Imam Koesoepangat ini, membuka cakrawala baru baginya. Tarmadji yang lahir dan berangkat dari keluarga awam, sedikit demi sedikit mulai belajar tatakrama rutinitas hidup kaum bangsawan. Dari tatakrama bertegur sapa dengan orang yang usianya lebih tua, bertamu, makan, minum. hingga ke hal-hal yang berbau ritual, misalnya olahrasa (latihan mempertajam daya cipta) atau laku tirakat. Dalam istilah lebih ritual lagi, sering disebut sebagai tapa brata, di samping tetap tekun belajar olah kanuragan. 

Salah satu pesan yang selalu ditekankan R.M. Imam Koesoepangat setiap kali mengajak dia melakukan tirakatan adalah; "Jika kamu ingin hidup bahagia, kamu harus rajin melakukan tirakat. Disiplin mengendalikan dirimu sendiri dan jangan hanya mengejar kesenangan hidup. Nek sing mokgoleki senenge, bakal ketemu sengsarana. Kosokbaline, nek sing mokgoleki sengsarane, bakal ketemu senenge (Jika kamu hanya mengejar kesenangan kamu akan terjerumus ke lembah kesengsaraan. Sebaliknya jika kamu rajin berlatih, mengendalikan hawa nafsu tirakatan, kelak kamu akan menemukan kebahagiaan). Ingat, Sepira gedhening sengsara, yen tinampa amung dadi coba (Seberat apa pun kesengsaraan yang kamu jalani, jika diterima dengan lapang dada, akan membuahkan hikmah). 

Berangkat dari Pavilum ini pula, dia mulai mengenal tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate, seperti Soetomo Mangkoedjojo, Badini, Salyo (Yogyakarta). Murtadji (Solo), Sudardjo (Porong) dan Harsono (putra Ki HadjarHardjo Oetomo -pendiri PSHT), Koentjoro, Margono, Drs. Isayo (ketiganya tinggal di Surabaya, serta Niti (Malang). Di samping mulai akrab dengan sesama siswa Persaudaraan Setia Hati Terate. Di antaranya, Soedibjo (sekarang tinggal di Palembang), Sumarsono (Madiun), Bambang Tunggul Wulung (putra Soetomo Mangkoedjojo, kini tinggal di Semarang), Sudiro (alm), Sudarso (alm), Bibit Soekadi (alm) dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo (alm). 

Suatu malam, tepatnya sepekan sebelum dia disyahkan, Soetomo Mangkoedjojo datang ke rumahnya. Padahal saat itu malam sudah larut dan ia sendiri mulai beranjak tidur. Mendengar suara ketukan di pintu, ia pun bangkit, membukakan pintu. la sempat kaget saat mengetahui yang datang adalah tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate. Namun ketika dipersilakan masuk, Soetomo Mangkoedjojo menolaknya dan hanya berpesan," Dik, persaudaraan nang SH Terate, nek ana sedulure teko, mbuh iku awan apa bengi, bukakno lawang sing amba. Mengko awakmu bakal entuk hikmahe, " (Dik, Persaudaraan di Setia Hati Terate itu, jika ada saudara datang, entah itu siang atau malam, bukakan pintu lebar-lebar. Nanti, engkau bakal mendapatkan hikmah.)" 

Pesan dari tokoh peletak dasar organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate itu, hingga di hari tuanya,seolah-olah terus terngiang dalam benaknnya. Pesan itu pulalah yang menjadikan dirinya setiap saat selalu bersedia membukakan pintu bagi warga Persaudaraan Setia Hati Terate yang bertandang ke rumahnya di Jl. MT. Haryono 80 Madiun, hingga saat ini. 

Setelah berlatih selama lima tahun, yakni pada tahun 1963, Tarmadji Boedi Harsono disyahkan menjadi Pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate Tingkat I, bersama-sama Soediro,Soedarso, Bibit Soekadi, Soemarsono, Soedibjo, Bambang Tunggul Wulung dan R.M Abdullah Koesnowidjojo. 

Turun ke Gelangang 

Keberhasilan Tarmadji Boedi Harsono meraih gelar Pendekar Tingkat I, tidak menjadikan dirinya besar kepala. la justru menerima anugerah tersebut dengan rasa syukur dan tetap tawakal. la berprinsip, keberhasilan itu barulah awal dari perjalanannya di dunia ilmu kanuragan. Masih banyak hal yang harus dipelajarinya. Dan, itu hanya bisa dilakukan jika ia tetap tekun berlatih dan belajar. Pilihannya sudah bulat. Maknanya, ia pun harus mampu melanjutkan perjalanan hingga ke titik akhir. 

Pada tahun 1961, Tarmadji mulai masuk ke gelanggang pendulangan medali pencak silat dan berhasil meraih juara I dalam permainan ganda tingkat kanak-kanak se Jawa Timur, berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo. Sukses itu, diulang lagi tahun 1963. Di tahun yang sama, sebenamya Tarmadji berkeinginan turun ke pertandingan adu bebas di Madiun, akan tetapi Mas Imam melarang. la sempat menangis karena dilarang ikut bertanding. Tahun 1966, pasangan Tarmadji dan RB. Wijono kembali ikut kejuaraan yang sama di Jatim. Namun ia sombong sebelum bertanding. Meremehkan lawan. Akibatnya, gagal mempertahankan juara dan hanya berhasil merebut juara II. Kesombongan berbuah kehancuran. Kegagalan mempertahankan gelar ini, menjadikan dirinya malu berat dan tidak mau mengambil tropi kejuaraan. 

Kasus serupa terulang lagi pada tahun 1968, saat mengikuti kejuaraan di Jember. Padahal sebelum berangkat Mas Imam sudah memperingatkan agar ia tidak usah ikut karena kurang persiapan. Namun Tarmadji nekat berangkat. Dan, hasilnya adalah kekalahan yang menyedihkan, karena hanya berhasil menjadi Juara harapan. 

Kegagalan demi kegagalan mempertahankan gelar juara, menjadikan Tarmadji sadar bahwa sombong dan meremehkan lawan hanya akan menuai kekalahan. Untuk itu ia musti berlatih lagi. Pempersiapkan diri sebelum bertanding. Hasilnya, ia kembali mampu merebut juara I di Pra PON VII, Surabaya. Di PON VII, ia meraih juara III. 

Pengalaman bertanding di gelanggang ini merupakan bekal Tarmadji melatih altet pada tahun-tahun tujuh puluhan. Bahkan pada tahun 1978, ia memberanikan diri menerjunkan altet ke gelanggang pertandingan, kendati Mas Imam, kurang sependapat. Dalam kurun waktu 1974-1978, Mas Imam sempat mengambil kebijakan tidak menurunkan atlet ke gelanggang. Namun pada tahun 1978, Tarmadji memberanikan diri membawa atlet asuhannya ke gelanggang. la pula yang berhasil meyakinkan Mas Imam, bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate masih tetap diperhitungkan di gelanggang kejuaraan. Terbukti, sejumlah atlet asuhannya, berhasil meraih medali kejuaraan. 

Sementara itu, di luar ketekunannya memperdalam gerak raga, Tarmadji Boedi Harsono kian khusyuk dalam memperdalam olah rasa. Hubungan dekatnya dengan R.M Imam Koesoepangat, memberi kesempatan luas pada dirinya untuk memperdalam Ke-SH-an. Jika dulu, ketika belum disyahkan menjadi pendekar tingat I, ia hanya diajak mendampingi Mas Imam saat beliau melakukan tirakatan, sejak disyahkan ia mulai dibimbing untuk melakukan tirakatan sendiri. Beberapa tatacara dan tatakrama laku ritual mulai diberikan, di samping bimbingan dalam menghayati jatidiri di tengah-tengah rutinitas kehidupan ini. 

Di penghujung tahun 1965, setamat Tarmadji Boedi Harsono dari SMA, semangatnya untuk memperdalam ilmu Setia Hati kian menggebu. Bahkan di luar perintah R.M Imam Koesoepangat, ia nekat melakukan tirakat puasa 100 hari dan hanya makan sehari satu kali.waktu matahari tenggelam (Magrib). Ritual ini ditempuh karena terdorong semangatnya untuk merubah nasib. la ingin bangkit dari kemiskinan. la tidak ingin berkutat di papan terendah dalam strata kehidupan. la ingin diperhitungkan. 

Genap 70 hari ia berpuasa, R.M Imam Koesoepangat memanggilnya. Malam itu, ia diterima langsung di ruang dalem paliviun. Padahal biasanya Mas Imam hanya menerimanya di ruang depan atau pendopo. Setelah menyalaminya, Mas Imam malam itu meminta agar ia menyelesaikan puasanya. Menurut Mas Imam, jika puasanya itu diteruskan justru akan berakibat fatal."Dik Madji bisa gila, kalau puasanya diteruskan. Laku itu tidak cocok buat Dik Madji," ujar Mas Imam. 

"Di samping itu," lanjut Mas Imam," Dik Madji itu bukan saya dan saya bukan Dik Madji. Maka, goleko disik sangune urip Dik, lan aja lali golek sangune pati (carilah bekal hidup lebih dulu dan jangan lupa pula mencari bekal untuk mati)." 

Kemudian dengan bahasa isyarat (sanepan) Mas Imam memberikan petunjuk tata cara laku tirakat yang cocok bagi dirinya. "Api itu musuhnya air, Dik," ujar Mas Imam. Sanepan itu kemudian diterjemahkan oleh Tarmadji dalam proses perjalanan hidupnya, hingga suatu ketika ia benar-benar menemukan laku yang sesuai dengan kepribadiannya. la menyebut, laku tersebut sebagai proses mencari jati diri atau mengenal diri pribadi. Yakni, ilmu Setia Hati. 

Malam itu juga, atas nasihat dari R.M Imam Koesoepangat, Tarmadji mengakhiri laku tirakatnya. Pagi berikutnya, ia mulai keluar rumah dan bergaul dengan lingkungan seperti hari-hari biasanya. Enam bulan berikutnya, ia mulai mencoba mencari pekerjaan dan diterima sebagai karyawan honorer pada Koperasi TNI AD, Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun. Pekerjaan ini dijalaninya hingga tahun 1971. 

Pada tahun 1972, ia berpindah kerja di Kantor Bendahara Madiun, namun hanya bertahan beberapa bulan dan pindah kerja lagi di PT. Gaper Migas Madiun pada paroh tahun 1973. Setahun kemudian, ia menikah dengan Hj.Siti Ruwiyatun, setelah dirinya yakin bahwa honor pekerjaannya mampu untuk membina mahligai rumah tangga. (Dari pemikahannya ini, Tarmadji Boedi Harsono dikaruniai tiga orang putra. Yakni Dani Primasari Narendrani,S.E, Bagus Rizki Dinarwan dan Arya Bagus Yoga Satria). 

Di tempat kerja yang baru ini, tampaknya, Tarmadji menemukan kecocokan. Terbukti, ia bisa bertahan lama. Bahkan pada tahun 1975 ia ditunjukkan untuk menjadi semi agen minyak tanah dan diberi keleluasaan untuk memasarkan sendiri. Berawal dari sini, perekonomian keluarganya mulai kokoh. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa menyisihkan penghasilannya, hingga pada tahun 1976 berhasil membeli armada tangki minyak tanah sendiri. Berkat keuletan dan perjuangan panjang tanpa kenal menyerah, pada tahun 1987, Termadji Boedi Harsono diangkat menjadi agen resmi Pertamina. Dalam perkembangannya, ia bahkan berhasil dipercaya untuk membuka SPBU (Pom Bensin) di Beringin Ngawi. Bahkan di dunia bisnis migas ini, ia ditunjuk memegang jabatan sebagai Ketua III, DPD V Hiswana Migas dengan wilayah kerja Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB. 

Tampaknya dunia wirausaha memang tepat baginya. Ini bisa dilihat lewat pengembangan sayap usahanya, yang tidak hanya berkutat dibidang migas,tapi juga merambah ke dunia telekomunikasi dengan mendirikan sejumlah Wartel (warung telekomunikasi). Malahan di bidang ini, ia ditunjuk debagai Ketua APWI (Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia) untuk daerah Madiun dan sekitamya. 

Di sela-sela kesibukan kerja Tarmadji Boedi Harsono tetap mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, tidak jarang ia rela mengalahkan kepentingan keluarga dan pekerjaannya demi Persaudaraan Setia Hati Terate. "Persaudaraan Setia Hati terate adalah darah dagingku. la sudah menjadi bagian dari hidupku sendiri," tutumya. 

Sementara itu, kebiasaan nyantrik di kediaman R.M Imam Koesoepangat terus dijalani. Kepercayaan dan perhatian Mas Imam sendiri setelah ia berhasil menyelesaikan pelajaran tingkat I, semakin besar. Sampai-sampai kemana pun Mas Imam pergi, ia selalu diajak mendampinginya. Tahun 1970 ia disyahkan menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate tingkat II. Tahun 1971, Tarmadji dipercaya menjadi Ketua Cabang Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun. Jabatan tersebut dijalani hingga tahun 1974. 

Latihan Tingkat III 

Pada suatu siang, sekitar pukul 11.00 WIB, di Tahun 1978, Tarmadji dipanggil R.M Imam Koesoepangat di rumah Pak Badini. Orang yang diminta memanggil dia adalah Soebagyo.TA. Tanpa berpikir dua kali, ia berangkat ke Oro-Oro Ombo, tempat kediaman Pak Badini. Mas Imam mengutarakan niat, akan membuka latihan tingkat III. Tarmadji sendiri yang dipilih untuk dilatih sekaligus diangkat dan disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III. 

"Kula piyambak,Mas? (Saya sendiri,Mas?)" tanya Tarmadji agak kaget. 

"Njih.Dik. Dik Madji piyambak!, (Ya, Dik. Hanya Dik Tarmadji sendiri!)" jawab Mas Imam. 

Mendengar jawaban itu, Tarmadji dengan santun, menolak. la tidak bersedia disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III jika sendirian. "Kula nyuwun rencang. Mas (Saya minta teman,Mas), "Tarmadji meminta. 

"Nek Dik Madji nyuwun rencang, sinten? (Kalau Dik Madji minta teman, siapa?)" tanya Mas Imam. 

Tarmadji saat itu langsung menyebut nama-nama Pendekar Tingat II seangkatan. Namun Mas Imam menolak dan bersikukuh tetap hanya akan mengangkat Tarmadji sendiri. Terjadi tarik ulur. Satu sisi Mas Imam bemiat hanya akan mengangkat dia, namun Tarmadji tetap minta teman. 

"Sapa Dik, kancamu?" tanya Mas Imam. Tarmadji menyebut nama Soediro. 

Nama ini pun semula ditolak. Namun atas desakan dia, akhimya Mas Imam menyetujui dengan syarat ia harus mau ikut menangung risiko. Dalam pikiran Tarmadji, apa yang disebut risiko, waktu itu adalah risiko pembiayaan yang terkait dengan pengadaan persyaratan pengesahan (ubarampe). Karenanya, ia langsung menyanggupi. 

Hari-hari berikutnya, Tarmadji dan Soediro, mulai berlatih tingkat III. Pelaksanaan latihan berjalan lancar. Namun pada saat mereka disyahkan, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sesuatu itu, adalah hal yang di luar perhitungan akal sehat. Sesuatu yang erat kaitannya dengan misteri ghaib. Tarmadji tidak pemah menduga bahwa misteri itu akan berbuntut panjang. Dan, Wallahu a'lam bi ssawab, hanya Allah yang Maha Mengerti. Temyata dalam perjalan hidup, Soediro lebih dulu dipanggil Yang Kuasa. 

Peristiwa itu, sungguh, sangat menggetarkan jiwa Tarmadji. Pedih rasanya. Lebih pedih lagi, saat ia melihat Mas Imam menangis di samping jenazah saudara seperguruannya itu. Semoga anrwah beliau diterima di sisi-Nya. 

Dipercaya Memimpin Organisasi 

Keberhasilannya mempelajari ilmu tertinggi di organisasi tercinta ini, menambah dirinya kian mantap, kokoh dan semakin diperhitungkan.

Cantrik setia R.M Imam Koesoepangat yang di waktu-waktu sebelumnya selalu tampil di belakang ini, sejak berhasil menyelesaikan puncak pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate, mulai diterima dan diperhitungkan di kalangan tokoh organisasi tercinta. Sejalan dengan kapasitasnya sebagai Pendekar Tingkat ni, ia mulai dipercaya tampil ke depan dengan membawa misi organisasi. Tahun 1978 Tarmadji dipilih menjadi Ketua I, mendampingi Badini sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate. Puncak kepercayaan itu berhasil diraih pada MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate Tahun 1981. Yakni dengan terpilihnya ia menjadi Ketua Umum Pusat. 

Setahun setelah Tarmadji Boedi Harsono memimpin organisasi, sejumlah terobosan yang dimungkinkan bisa mendukung pengembangan sayap organisasi diluncurkan.Salah satu produk kebijakan yang dilahirkan adalah pendirian Yayasan Setia Hati Terate lewat Akta Notaris Dharma Sanjata Sudagung No. 66/1982. Yayasan Setia Hati Terate merupakan komitmen organisasi untuk andil memberikan nilai lebih bagi masyarakat, khususnya di sektor ril. Dalam perkembangannya, di samping berhasil mendirikan Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate di atas lahan seluas 12.290 m yang beriokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun, yayasan ini juga mendirikan dua lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Umum (SMU) Kususma Terate dan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate serta lembaga pendidikan ketrampilan berupa kursus komputer. 

Sedangkan untuk meningkatkan perekonomian warganya, Tarmadji Boedi Harsono meluncurkan produk kebijakan dalam bentuk koperasi yang kemudian diberi nama Koperasi Terate Manunggal. 

Hingga saat ini, Yayasan Setia Hati Terate telah memiliki sejumlah aset, antara lain tanah seluas 12.190 m2 yang di atasnya berdiri sarana dan prasarana phisik seperti: gedung Pendapa Agung Saba Wiratama, gedung Sekretariat Persaudaraan Setia Hati Terate, gadung PUSDIKLAT (Sasana Kridangga), gedung pertemuan (Sasana Parapatan), gedung Training Centre (Sasana Pandadaran), gedung Peristirahatan (Sasana Amongraga), Kantor Yayasan Setia Hati Terate, gedung SMU dan SMTP Kusuma Terate, gadung Koperasi Terate Manunggal dan Mushola Sabaqul Khoirot. 

Searah dengan itu, pergaulannya dengan para tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate pun semakin diperluas. Beberapa tokoh berpengaruh di organisasi tercinta didatangi. Dari para tokoh yang didatangi itu, ia tidak saja mampu memperdalam olah gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate, tapi juga menerima banyak wejangan kerokhanian. Bahkan saat Tarmadji Boedi Harsono dipercaya untuk memimpi Persaudaraan Setia Hati Terate, sejumlah tokoh yang dulu pemah dihubunginya itu dengan rela menyerahkan buku-buku pakem Ke-SH-an yang mereka tulis sendiri 

Wejangan, baik lisan maupun tulisan, dari para tokoh dan sesepuh ini dikemudian hari dijadikan bekal dalam memimpin Persaudaraan Setia Hati Terate. Dan terlepas dari segala kelemahannya, terbukti Tarmadji Boedi Harsono mampu membawa Persaudaraan Setia Hati Terate menjadi sebuah organisasi yang cukup diperhitungkan tidak saja di dunia persilatan tapi juga di sektor lainnya. 

Sementara itu, penggarapan di sektor ideal dalam bentuk penyebaran ajaran budi luhur lewat Persaudaraan Setia Hati Terate tetap menjadi prioritas kebijakan. Dan hasilnya pun cukup melegakan. Terbukti, sejak tampuk pimpinan organisasi di pegang oleh Tarmadji Boedi Harsono, Persaudaraan Setia Hati Terate yang semula hanya berkutat di Pulau Jawa, sejengkal demi sejengkal mulai merambah ke seluruh pelosok tanah air. Bahkan mengembang lagi hingga ke luar negeri. Tercatat hingga paroh tahun 2000, Persaudaraan Setia Hati Terate telah memiliki 146 cabang di 16 provinsi di Indonesia, 20 komisariat di perguruan tinggi dan manca negara dengan jumlah anggota mencapai 1.350.000 orang. 

Yang patut dipertanyakan adalah, misteri apa berpusar dibalik keberhasilan dia membawa Persaudaraan Setia Hati Terate ke tingkat yang lebih terhormat dan cukup diperhitungkan. Jawabnya, temyata ada pada tiga titik inti yang jika ditarik garis lurus akan membentuk misteri segi tiga. Titik pertama berada di Desa Pilangbango, Madiun (kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo - titik lahimya Persaudaraan Setia Hati Terate), titik kedua berada di Pavilium Kabupaten Madiun (kediaman R.M Imam Koesoepangat - titik perintisan Persaudaraan Setia Hati Terate) dan titik ketiga berada di Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun - titik H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate. 

Kiprah di Luar Persaudaraan Setia Hati Terate 

Tampaknya memang bukan H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, jika ia hanya puas berkutat dengan prestasi yang dicapai di dalam organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, ia pun terbukti tampil cukup diperhitungkan. Tokoh yang mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Unmer Madiun ini juga andil di organisasi masyarakat. Bahkan sempat menduduki sejumlah jabatan cukup strategis hampir di setiap organisasi yang diikutinya. 

Di sisi lain, kariermya di bidang politik juga cukup matang. Terbukti ia dipercaya menjadi wakil rakyat Kodya Madiun (anggota DPRD) hingga dua periode. Masing- masing periode 1987 -1992 dananggotaDPRDKodyaMadiunperiode 1997 - 1999. Puncak prestasi yang berhasil diraih di bidang politik ini tercipta pada tahun 1998, di mana H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E diberi kepercayaan untuk tampil 1 sebagai salah seorang Calon Wali Kota Madiun 

Sementara itu, menyadari dirinya adalah seorang muslim, pada tahun 1995 ia bersama istri tercinta, Siti Ruwiatun berangkat ke tanah suci Mekah Al Mukaromah menjadi tamu Allah, menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni ibadah haji. Ibadah ini kembali diulang pada tahun 2000. Sepulang menjalankan ibadah haji, ia dipercaya memimpin IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kodya Madiun.